Skip ke Konten

Dr. Aris, M.HI Jadi Pemateri Diskusi Budaya: “Persepsi Gadis Bugis terhadap Dui’ Menre’"

Humas IAIN Parepare - Tradisi dui’ menre’ atau uang belanja dalam pernikahan Bugis kembali menjadi bahan perbincangan hangat dalam sebuah diskusi budaya yang digelar di Kota Parepare pada 8, September 2021. Kegiatan ini menghadirkan Dr. Aris, M.HI, akademisi dan pakar hukum Islam, sebagai pemateri utama yang membahas persepsi gadis Bugis terhadap tradisi tersebut.

Dalam pemaparannya, Dr. Aris menekankan bahwa dui’ menre’ bukan sekadar persoalan ekonomi, melainkan bagian dari identitas kultural masyarakat Bugis yang sarat makna filosofis. “Bagi sebagian masyarakat, dui’ menre’ adalah simbol penghormatan terhadap perempuan dan keluarganya, sekaligus representasi nilai siri’ yang dijunjung tinggi dalam budaya Bugis,” ujarnya.

Namun, ia juga menggarisbawahi adanya perubahan cara pandang generasi muda, khususnya gadis Bugis. Menurutnya, sebagian generasi muda menilai praktik dui’ menre’ sebagai beban ekonomi yang tidak relevan lagi di era modern. “Di sinilah kita melihat adanya pergeseran nilai. Tradisi ini perlu dipahami ulang agar tidak menghalangi esensi pernikahan, yakni membangun keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah,” tambahnya.

Kegiatan yang dihadiri oleh mahasiswa, tokoh masyarakat, serta aktivis perempuan ini berjalan interaktif. Para peserta, khususnya gadis Bugis, diberikan ruang untuk menyampaikan pandangan mereka mengenai dui’ menre’. Beberapa peserta mengaku masih menganggap tradisi tersebut sebagai kebanggaan keluarga, sementara lainnya menilai perlu ada penyesuaian dengan kondisi ekonomi generasi sekarang.

Diskusi ini menghasilkan kesepahaman bahwa tradisi dui’ menre’ perlu dilestarikan dengan pendekatan yang lebih inklusif dan realistis, tanpa kehilangan nilai-nilai luhur budaya Bugis. Dr. Aris menutup materinya dengan menegaskan pentingnya dialog antar generasi untuk menjaga keseimbangan antara pelestarian tradisi dan kebutuhan zaman.

“Tradisi tidak untuk dihapus, melainkan dimaknai ulang agar tetap relevan. Generasi muda harus menjadi bagian dari proses ini, karena merekalah pewaris utama budaya Bugis,” pungkasnya. (alf)​​

di dalam Berita
Istighosah Kebangsaan, dari IAIN Parepare untuk Indonesia